Table of Contents
ToggleKisah Gerebek Ruko Ancol: Kebocoran Label Halal Palsu yang Membayangi Makan Bergizi Gratis
Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta, sebuah operasi polisi yang seolah menyelusup ke dalam dunia makanan layaknya detektif misteri mengejutkan publik. Gerebekan di sebuah rumah toko (ruko) di Ancol, Jakarta Utara, polisi diduga menemukan kebocoran besar dalam label halal yang dipakai untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Nah, apa yang membuat program ini menjadi target penyelidikan? Ternyata, ada kecurigaan bahwa bahan makanan yang dijual tidak hanya tak memenuhi standar nasional, tetapi juga mengandalkan label halal palsu untuk menipu konsumen.
BGN:
“Standar Harus Diikuti, Tidak Bisa Dibuat-Buat”
“Standar Harus Diikuti, Tidak Bisa Dibuat-Buat”
Kebocoran ini segera mendapat tanggapan tegas dari Badan Gizi Nasional (BGN). Seluruh perlengkapan produk MBG, kata Nanik S Deyang, Wakil Kepala BGN, harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan bersertifikasi halal.
“BGN tetap pada prinsip, harus ber-SNI dan bersertifikasi halal,”
tegasnya dalam wawancara dengan wartawan, Selasa (4/11/2025). Ternyata, kebijakan ini bukan sekadar regulasi formal, tapi juga menjadi pedoman yang menjadi fondasi kepercayaan masyarakat terhadap program pangan yang dijanjikan oleh pemerintah.
“BGN tetap pada prinsip, harus ber-SNI dan bersertifikasi halal,”
ujar Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang kepada wartawan, Selasa (4/11/2025).
Kutipan Nanik itu seperti pemberitahuan peringatan bagi siapa pun yang ingin menyandang label MBG. Jika standar tidak dipenuhi, maka produk itu bisa dibilang tak layak dijual. Lebih dari itu, ia menyerahkan kasus ini ke pihak kepolisian, karena menurutnya, pemalsuan SNI menjadi ranah hukum yang harus diusut tuntas.
“Kalau pemalsuan SNI itu ranah polisi,”
ujarnya, memperkuat bahwa kebijakan BGN bukan hanya standar, tapi juga tanggung jawab hukum.
Ruko Ancol: Tempat Produksi Makanan yang Berubah Jadi Tersangka
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Utara telah menggerebek ruko di Ancol, Pademangan, dengan alasan aduan masyarakat. Diduga, tempat itu menjadi lokasi produksi ompreng MBG yang disusupi label halal palsu. Kasatreskrim AKBP Onkoseno mengungkapkan bahwa penelusuran masih berlangsung, namun aduan masyarakat jadi penyebab utama operasi ini.
“Masih kita dalami info tersebut mendasari adanya aduan,”
katanya, Senin (3/11/2025), seperti dilansir Antara.
“Masih kita dalami info tersebut mendasari adanya aduan,”
kata Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Utara, AKBP Onkoseno, dilansir Antara, Senin (3/11).
Komentar Onkoseno mengingatkan bahwa setiap aduan bisa menjadi awal dari investigasi serius. Menurut informasi awal, food tray atau ompreng yang ditemukan diduga diimpor dari China, lalu diberi label ‘Made in Indonesia’ palsu. Selain itu, mereka juga menggunakan logo BGN tanpa izin. Ini seperti membongkar kebohongan yang tersembunyi di balik wajah layaknya program pemerintah.
Impak dan Konteks yang Lebih Luas
Insiden ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap MBG bisa tergoyahkan jika ada kecurangan. Program ini sejatinya bertujuan mengatasi masalah gizi di kalangan masyarakat yang kurang akses, tapi kini justru jadi bahan spekulasi. Pemalsuan SNI dan halal menjadi indikasi bahwa ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan dengan mengabaikan regulasi. Yang menarik, kasus ini bukan hanya tentang produk makanan, tapi juga soal transparansi dan akuntabilitas di sektor pangan.
Konteks yang Tersembunyi: Bagaimana Label Halal Bisa Palsu?
Kebiasaan memalsukan label halal bukan hal baru. Namun, dalam konteks MBG, ini bisa menimbulkan efek domino yang lebih besar. Jika produk yang diklaim halal ternyata bercampur bahan-bahan tidak sehat, maka kesehatan dan kesejahteraan ratusan ribu masyarakat bisa terganggu. SNI, yang seharusnya menjadi jaminan kualitas, jadi saksi bisu bahwa regulasi perlu dipatuhi. Kasus Ancol ini menjadi pengingat bahwa label halal tidak bisa dianggap sebagai jaminan mutlak, kecuali ada sertifikasi yang valid.
Insight dari semua ini adalah: Kebijakan BGN dan standar SNI bukan hanya aturan, tapi juga perisai yang melindungi konsumen. Jika dibiarkan, pemalsuan label bisa merusak reputasi program MBG dan merugikan masyarakat yang membutuhkan bantuan pangan. Maka, keberhasilan program ini tergantung pada pengawasan yang konsisten dan kesadaran produsen untuk memenuhi standar. Makan bergizi gratis tidak akan terasa manis jika bahan itu terasa asam karena kecurangan. 🌟












